Kamis, 12 Maret 2015


PEMBENIHAN IKAN NILA GESIT
(Genetically Supermale Indonesian of Tilapia)
DI BBPBAT SUKABUMI


LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN




 







Oleh :
Abdul Robani 12/APY/0666
                            





PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
AKADEMI PERIKANAN YOGYAKARTA

Maret, 2015




I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam pe-nyediaan bahan pangan berprotein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan kerja. Salah satu sektor budidaya perikanan darat yang sangat prospektif untuk saat ini hingga akan datang, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun ekspor adalah ikan nila (Anonim, 2011).
Ikan nila merupakan jenis ikan yang paling cepat pertumbuhannya di-bandingkan ikan lain. Ikan nila dapat tumbuh sampai 1 Kg per ekornya dengan rasa dagingnya yang sangat enak. Ikan ini merupakan ikan favorit bagi para peternak ikan karena nilai jualnya yang tinggi sekaligus pertumbuhannya yang pesat menyebabkan waktu panennya lebih pendek. Ikan nila juga mudah sekali dalam pembudidayaannya, bahkan ikan ini dapat dibudidayakan dengan berbagai macam cara, yaitu dapat menggunakan kolam, jaring apung, atau keramba, di sawah, bahkan di kolam yang berair payau (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).
Salah satu jenis ikan nila yang sekarang banyak dibudidayakan adalah ikan nila gesit (Genetically Supermale Indonesian of Tilapia). Ikan nila gesit di-hasilkan melalui serangkaian riset panjang yang diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT yang kemudian bekerja sama dengan Fakultas Pe-rikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan se-cara konsisten dan terus menerus, akhirnya dapat dihasilkan ikan nila jantan super-YY yang telah dilepas oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 Desember 2006 di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dengan nama nila gesit (Carman dan Sucipto, 2009).
Ikan nila gesit yang berkromosom YY apabila dikawinkan dengan betina normalnya (XX), akan menghasilkan keturunan yang seluruhnya berkelamin jantan XY (genetically male tilapia). Karena pertumbuhan ikan nila jantan lebih cepat, maka hal ini menjadi jawaban untuk efisiensi usaha budidaya ikan nila, guna memenuhi permintaan pasar lokal dan ekspor. Pertumbuhan nila gesit dapat mencapai 1,6 kali lebih cepat dibanding nila biasa ( Anonim, 2011).
 1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui cara perkembangbiakan pada ikan nila gesit.
2. Untuk memeahami cara reproduksi pada ikan nila gesit.
3. Untuk mengetahui dan memahami cara membuat produksi ikan nila meningkat dan menaikkan nilai jual ke pasaran.


















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asal Usul Nila Gesit
Selain sudah memasyarakat, pengembangbiakan ikan nila relatif mudah di-bandingkan dengan ikan air tawar lainnya, seperti ikan mas dan gurame. Dalam proses budidaya secara alami dihasilkan rasio jantan dan betina adalah 60:40, se-hingga usaha budidaya ikan nila diarahkan pada produksi ikan berkelamin jantan alias monosex. Ikan nila gesit dihasilkan melalui serangkaian riset panjang yang diinisiasi oleh Pusat Teknologi Produksi Pertanian BPPT yang kemudian bekerja sama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus, akhirnya dapat dihasilkan ikan nila jantan super-YY yang telah dilepas oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada tanggal 15 Desember 2006 di Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dengan nama nila gesit. Teknologi produksi ikan nila gesit merupakan inovasi teknologi perbaikan genetik untuk menghasilkan keturunan ikan nila yang berkelamin jantan melalui program pengembangbiakan yang menggabungkan teknik feminisasi dan uji pro-geni untuk nila jantan yang memiliki kromosom YY (YY genotypes). Ikan nila jantan dengan kromosom YY atau ikan nila gesit apabila dikawinkan dengan betina normalnya (XX), akan menghasilkan keturunan yang seluruhnya ber-kelamin jantan XY (genetically male tilapia) (Carman dan Sucipto, 2009).
2.2. Klasifikasi dan Morfologi Nila
Dari ilmu taksonomi diketahui nila masih satu marga (genus) dengan ikan mujahir, yaitu Oreochromis. Ikan nila termasuk
ordo (bangsa) : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis Niloticus
Ikan nila memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan ramping dengan sisik-sisik berukuran besar. Perbandingan panjang terhadap tinggi tubuh adalah 3:1. Pada sirip punggung, sirip perut, dan sirip ekor terdapat jari-jari lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip dada dan sirip ekor tidak memiliki jari-jari seperti duri. Matanya berukuran besar dan menonjol dengan tepi berwarna putih. Gurat sisi (línea lateralis) terputus di bagian tengah tubuh, kemudian berlanjut lagi tetapi letaknya lebih ke bawah dibanding garis me-manjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi ada 34 buah. Terdapat pola garis vertikal, 6 buah pada sirip ekor, 8 buah pada sirip punggung, dan 8 buah pada tubuh (Ciptanto, 2010).
2.3. Habitat dan Kebiasaan Hidup
Habitat ikan nila adalah di air tawar, seperti sungai, danau, waduk, dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk nila adalah 0 – 35 ppt (part per thousand), namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal adalah 0-30 ppt. Sedangkan menurut Tim Karya Tani Mandiri (2009),
Selain itu, pH air yang cocok dalam budidaya ikan nila adalah 6-8,5, namun pertumbuhan optimalnya terjadi pada pH 7-8. Nilai pH yang masih ditolelir nila adalah 5-11. Suhu optimal untuk pertumbuhan nila antara 250C-300C. Pada suhu 220C, nila masih dapat memijah, begitu pula pada suhu 370C. Pada suhu dibawah 140C atau lebih dari 380C, nila mulai terganggu. Suhu mematikan berada pada 60C dan 420C. Ikan nila juga dapat hidup pada perairan dengan kandungan oksigen minim, kurang dari 3 ppm (part per million). Oleh karena itu, ikan ini dapat dipelihara di kolam tadah hujan dan air tergenang lain yang minim oksigen, termasuk di kolam terpal. Untuk pertumbuhan optimalnya, nila membutuhkan perairan dengan kandungan oksigen minimal 3 ppm (Kordi, 2010).
2.4. Makanan dan Kebiasaan Makan
Ikan nila termasuk dalam ikan pemakan segala atau omnívora. Ikan ini dapat berkembang biak dengan aneka makanan, baik hewani maupun nabati. Ikan nila saat ia masih benih, pakannya adalah plankton dan lumut sedangkan jika sudah dewasa akan diberi makanan tambahan, seperti pelet dan daun talas (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).
Menurut Kordi (2010), untuk pemeliharaan ikan nila,diberikan pakan buatan (pellet) yang mengandung protein antara 20-25 %. Menurut penelitian, nila yang diberikan pellet yang mengandung 25 % protein akan tumbuh optimal. Untuk memacu pertumbuhan ikan nila, pakan yang di-berikan hendaknya mengandung protein 25-35 %. Dari pemeriksaan labolatoris, pada perut nila ditemukan berbagai macam jasad, seperti Soelastrum, Scenedesmus, Dictiota, Oligochaeta, larva Chironomus, dan sebagainya. Ternyata kebiasaan makan nila berbeda sesuai dengan tingkatan umurnya. Benih ikan lebih suka memakan zooplankton, seperti Rototaria, Copepoda, dan Clodocera. Ikan dewasa memiliki kemampuan mengumpulkan makanan di perairan dengan bantuan mucus (lendir) dalam mulutnya. Makanan tersebut membentuk gumpalan partikel sehingga tidak mudah keluar. Ikan-ikan kecil diperairan alami mencari makanan di bagian perairan yang dangkal, sedangkan ikan-ikan yang berukuran lebih besar mencari makan di perairan yang dalam.
2.5. Kebiasaan Berkembangbiak
Ikan nila dapat mencapai dewasa pada umur 4-5 bulan dan ia akan mencapai pertumbuhan maksimal untuk melahirkan sampai berumur 1,5-2 tahun. Secara alami, nila biasanya memijah setelah turun hujan. Bila tiba saatnya memijah, induk jantan membuat sarang berbentuk cekungan di dasar perairan yang diameternya sekitar 30-50 cm, kemudian induk jantan “menjemput” (menggiring) induk betina pasangannya masuk ke dalam sarang. Induk betina akan menge-luarkan telur dan pada saat yang sama induk jantan mengeluarkan sperma, sehingga terjadi pembuahan di dasar sarang. Dan telur ikan nila berbentuk bulat dan berwarna kekuningan dengan diameter sekitar 2,8 mm. Sekali memijah induk betina mengeluarkan telur sebanyak 250-1.500 butir Kordi (2010).
Menurut Arie (2004), telur ikan nila bersifat tenggelam tetapi tidak menempel, dan berwarna kuning dengan diameter telur 2,5-2,8mm. Seekor induk betina dengan berat 600 gram dapat menghasilkan sebanyak 2.000-3.000 butir. Ikan ini tergolong jenis ikan mengerami telur (mouth breeder). Pengeraman telur ini dilakukan oleh induk betina sejak telur dibuahi sampai menetas, yaitu selama 6-8 hari. Setelah menetas biasanya larva berukuran 4-6mm diasuh induk betina di pinggir kolam. Bila ada bahaya, induk betina akan menyedot dan menyimpan larva tersebut dalam mulut. larva diasuh induknya hingga kuat berenang dan dapat mencari makan sendiri. Biasanya larva yang kuat berenang berukuran 8-12mm dan memiliki sifat bergerombol. Dalam perkembang-biakannya, ikan nila bersifat poligami, yaitu satu induk jantan dapat mengawini beberapa induk betina. Induk jantan yang sudah pernah memijah dapat mencari pasangannya yang lain. Tanda induk jantan sudah siap memijah adalah tubuhnya tampak bercahaya dan sifatnya agresif.

2.6. Pembenihan ikan nila
Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2009), pembenihan ikan nila secara intensif terbagi atas; a) pembuatan kolam, b) pemilihan induk dan penyimpanan, c) pematangan gonad dan telur induk, d) pemijahan dan penetasan telur, e) pemanenan larva.
2.6.1 Pembuatan Kolam
a. Kontruksi kolam
Kontruksi kolam yang digunakan merupakan penyempurnaan dari kontruksi sebelumnya yang menggunakan pintu monik sebagai outlet. Outlet kolam menggunakan “standing pipe”. Kontruksi tersebut tidak memerlukan kayu papan untuk menutup pintu pengeluaran kolam (outlet). Saat pemanenan, cukup dengan memiringkan pipa sedikit demi sedikit sehingga larva tidak terbawa arus kuat. Kematian larva dan induk pun relative sedikit. Tenaga kerja yang efisien dan efektif, yaitu cukup dua orang untuk kolam dengan luas 800m2. Kontruksi dasar dalam dilengkapi dengan bak yang disebut dengan istilah kobakan berbentuk persegi panjang dengan luas sekitar 0,5 sampai 1,5% dari luas kolam dan tingginya 50-70cm. Kobakan dibuat dekat outlet kolam, dengan fungsi utamanya sebagai tempat berkumpulnya induk dan larva pada saat pemanenan. Saluran dasar kolam (kamalir) dibuat dari inlet hingga ke kobakan yang berfungsi untuk memudahkan induk dan larva dapat berkumpul dalam kobakan pada saat panen.
b. Persiapan kolam
Untuk pemijahan ikan nila adalah peneplokan/perapihan pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kamalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan peralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan, dan pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih yang dihasilkan.
2.6.2 Pemilihan Induk dan Penyimpanan
2.6.2.1 Pemilihan Induk
      Untuk memilih induk yang baik diperlukan pengalaman. Namun demikian sebagai pedoman praktis, ciri-ciri induk ikan nila yang baik adalah sebagai berikut.
a). Umur antara 4-5 bulan dan bobot 100-150 g. Induk yang paling produktif bobotnya antara 500-600g.
b). Tanda nila jantan, warna badannya lebih gelap dari betina. Bila waktunya mijah, bagian tepi sirip berwarna merah cerah. Sifatnya galak terutama ter-hadap jantan lainnya. Alat kelamin berupa tonjolan (papilla) dibelakang lubang anus. Pada tonjolan itu terdapat satu lubang untuk mengeluarkan sperma. Tulang rahang melebar kebelakang yang memberi kesan kokoh. Bila waktu memijah tiba, sperma yang berwarna putih keluar dengan pengurutan perut ikan ke arah belakang. Sisik nila jantan lebih besar dari pada nila betina. Sisik di bawah dagu dan perut berwarna gelap. Sirip punggung dan ekor ber-garis yang terputus-putus.
c). Tanda nila betina, alat kelaminnya berupa tonjolan di belakang anus. Namun pada tonjolan itu ada 2 lubang. Lubang yang depan untuk mengeluarkan telur, sedang lubang belakang untuk mengeluarkan air seni. Warna tubuh lebih cerah dibandingkan dengan jantan dan gerakkannya lamban. Bila telah mengandung telur yang matang (saat hampir mijah), perutnya tampak membesar. Namun bila perutnya diurut, tidak ada cairan atau telur yang keluar. Sisik di bawah dagu dan perut berwarna putih/cerah. Sirip punggung dan ekor bergaris-garis tidak terputus-putus.
2.6.2.2 Penyimpanan Induk
Kolam penyimpanan induk dibuat minimum ukuran 2m x 1m, kedalaman 0,75m untuk 2 ekor indukan, dan aliran air minimal 1 L/menit/m2. Pakan di-berikan 3% x bobot total induk, dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari. Induk jantan dan betina disimpan secara terpisah. Padat penebaran induk 1 ekor/m2.
2.6.3 Pematangan Gonad dan Telur Induk
Pematangan gonad dan telur induk merupakan tahap pertama dalam pemijahan benih. Dalam bak penyimpanan, aliran air paling sedikit 0,8L/menit. Induk diberi pakan (pellet), 3% x bobot total induk dan diberikan sebanyak 3 kali sehari yang mengandung protein sebanyak 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dari 3%. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dari taoge dan daun-daunan/sayuran yang diiris. Kurang lebih 2 minggu kemudian, induk sudah mengalami matang gonad dan telur. Pada saat itu induk sudah dapat dipijahkan. Bobot induk antara 500-600g.
2.6.4 Pemijahan dan Penetasan Telur
Untuk kolam yang luasnya 100m2 dapat ditebar induk nila sebanyak 90 ekor yang terdiri 30 ekor jantan dan 60 ekor betina. Bila telah mendapatkan pasangan ikan jantan membuat cekungan di dasar kolam sebagai tempat pemijahan. Cekungan berbentuk bulat cekung dengan garis tengah kira-kira 30-50 cm atau tergantung ukuran induk ikan. Setelah cekungan selesai dibuat, pasangan ikan nila melakukan pemijahan pada saat matahari terbenam, selama proses pemijahan, induk betina berada di dalam cekungan. Kemudian induk jantan mendekati induk betina. Pada saat itu induk betina mengeluarkan telurnya. Telur-telur itu ter-simpan dalam cekungan dan dalam waktu yang bersamaan induk jantan menghamburkan spermanya dan terjadilah pembuahan telur (fertilisasi). Pe-lepasan telur terjadi beberapa kali dalam jarak waktu beberapa menit. Waktu yang diperlukan untuk pemijahan kurang lebih 10-15 menit. Sekali bertelur induk nila dapat mengeluarkan telur 300-3000 butir, tergantung berat dan umur induk betina.
Telur yang telah dibuahi lalu dikulum oleh induk betina di dalam rongga mulut untuk dierami. Selama mengerami telur, induk betina tidak makan sehingga kelihatan kurus. Selesai pemijahan, induk nila jantan pergi meninggalkan induk betina. Beberapa hari kemudian, induk jantan itu dapat melakukan perkawinan dengan betina lainnya. Telur menetas setelah dua hari. Anak nila (burayak) yang baru menetas masih mengandung kantong kuning telur. Ukuran burayak yang baru menetas antara 0,9-1 mm. Burayak ini masih terus tinggal di dalam mulut induknya sampai 5-7 hari sampai kuning telurnya terserap habis. Setelah itu burayak mulai mencari makan diluar mulut induknya.
2.6.5    Pemberian Pakan
Pakan memegang peranan penting dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan selama budidaya dapat mencapai sekitar 60-70% dari biaya operasional budidaya (Hadadi, dkk., 2009). Pakan yang diberikan pada ikan dinilai baik tidak hanya dari komponen penyusun pakan tersebut melainkan juga dari seberapa besar komponen yang terkandung dalam pakan mampu diserap dan dimanfaatkan oleh ikan dalam kehidupannya (NRC, 1993) sehingga pakan yang diproduksi dengan harga mahal pun belum tentu memiliki kualitas yang baik oleh karena itu, perlu dicari alternatif bahan pakan yang dapat membantu dalam proses pencernaan pakan. Salah satu bahan pakan yang dapat digunakan adalah serat kasar (Ratna et.al., 2012).
            Pemupukan kolam telah merangsang tumbuhnya fitoplankton, zooplankton, maupun binatang yang hidup di dasar, seperti cacing, siput, jentik-jentik nyamuk dan chironomus (cuk). Semua itu dapat menjadi makanan ikan nila. Namun, induk ikan nila juga masih perlu pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein 30-40% dengan kandungan lemak tidak lebih dan 3%. Pembentukan telur pada ikan memerlukan bahan protein yang cukup di dalam pakannya. Perlu pula ditambahkan vitamin E dan C yang berasal dan taoge dan daun-daunan/sayuran yang duris-iris. Boleh juga diberi makan tumbuhan air seperti ganggeng (Hydrilla). Banyaknya pelet sebagai pakan induk kira-kira 3% berat biomassa per han. Agar diketahui berat bio massa maka diambil sampel 10 ekor ikan, ditimbang, dan dirata-ratakan beratnya. Berat rata-rata yang diperoleh dikalikan dengan jumlah seluruh ikan di dalam kolam. Misal, berat rata-rata ikan 220 gram, jumlah ikan 90 ekor maka berat biomassa 220 x 90 = 19.800 g. Jumlah ransum per han 3% x 19.800 gram = 594 gram. Ransum ini diberikan 2-3 kali sehari. Bahan pakan yang banyak mengandung lemak seperti bungkil kacang dan bungkil kelapa tidak baik untuk induk ikan. Apalagi kalau han tersebut sudah berbau tengik. Dedak halus dan bekatul boleh diberikan sebagai pakan. Bahan pakan seperti itu juga berfungsi untuk menambah kesuburan kolam.
2.6.6    Pencegahan Penyakit
1. Hama
a) Bebeasan (Notonecta)
Berbahaya bagi benih karena sengatannya. Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500 cc/100 meter persegi.
b) Ucrit (Larva cybister)
Menjepit badan ikan dengan taringnya hingga robek. Pengendalian: sulit diberantas; hindari bahan organik menumpuk di sekitar kolam.
c) Kodok
Makan telur telur ikan. Pengendalian: sering membuang telur yang mengapung; menagkap dan membuang hidup-hidup.
d) Ular
Menyerang benih dan ikan kecil. Pengendalian: lakukan penangkapan; pemagaran kolam.
e) Lingsang
Memakan ikan pada malam hari. Pengendalian:pasang jebakan berumpun.
f) Burung
Memakan benih yang berwarna menyala seperti merah, kuning. Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit menerkam; diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.
2. Penyakit
a) Penyakit pada kulit
Gejala: pada bagian tertentu berwarna merah, berubah warna dan tubuh berlendir.Pengendalian: (1) direndam dalam larutan PK (kalium permanganat) selama 30-60 menit dengan dosis 2 gram/10 liter air, pengobatan dilakukan berulang 3 hari kemudian. (2) direndam dalam Negovon (kalium permanganat) selama 3 menit dengan dosis 2-3,5 %.
b) Penyakit pada insang
Gejala: tutup insang bengkak, Lembar insang pucat/keputihan. Pengendalian: sama dengan di atas.
c) Penyakit pada organ dalam
Gejala: perut ikan bengkak, sisik berdiri, ikan tidak gesit. Pengendalian: sama dengan di atas.
Secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya penyakit dan hama pada budidaya ikan nila:
a) Pengeringan dasar kolam secara teratur setiap selesai panen.
b) Pemeliharaan ikan yang benar-benar bebas penyakit.
c) Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.
d) Sistem pemasukan air yang ideal adalah paralel, tiap kolam diberi satu pintu pemasukan air.
e) Pemberian pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.
f) Penanganan saat panen atau pemindahan benih hendaknya dilakukan secara hati-hati dan benar.
g) Binatang seperti burung, siput, ikan seribu (lebistus reticulatus peters) sebagai pembawa penyakit jangan dibiarkan masuk ke areal perkolaman.
2.6.7 Masa Pemanenan
Pemanenan ikan nila dapat dilakukan dengan cara : panen total dan panen sebagian.
a) Panen total
Panen total dilakukan dengan cara mengeringkan kolam, hingga ketinggian air tinggal 10 cm. Petak pemanenan/petak penangkapan dibuat seluas 1 m persegi di depan pintu pengeluaran (monnik), sehingga memudahkan dala penangkapan ikan. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring atau scoopnet yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan.
b) Panen sebagian atau panen selektif
Panen selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan waring yang di atasnya telah ditaburi umpan (dedak). Ikan yang tidak terpilih (biasanya terluka akibat jaring), sebelum dikembalikan ke kolam sebaiknya dipisahkan dan diberi obat dengan larutan malachite green 0,5-1,0 ppm selama 1 jam.
2.6.8 Pascapanen
Penanganan pascapanen ikan nila dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar :
a) Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
1. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 0C.
2. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
3. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
b) Penanganan ikan segar
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
1. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
2. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
3. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum 50 cm.
4. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 0C. Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara ikan dengan penutup kotak.
c) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah sebagai berikut:
1) Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
2) Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan air sumur yang telah diaerasi semalam.
3) Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.
4) Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sistem terbuka
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba. Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
2. Sistem tertutup
Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air:oksigen=1:2); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat tujuan
adalah sebagai berikut:
- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10 liter air bersih).
- buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi perlahan-lahan.
- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2 menit.
- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut. Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak 20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.  Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling banyak dibudi dayakan di Indonesia.
2.  Persyaratan lokasi budidaya yaitu : Tanah yang baik; Kemiringan tanah yang baik; Ikan nila cocok dipelihara; Kualitas air; Debit air; Nilai keasaman air (pH); Suhu; dan Kadar Air.
3.   kolam yang biasa digunakan dalam budidaya ikan nila antara lain : Kolam Pemeliharaan Induk/Kolam Pemijahan; Kolam Pemeliharaan Benih/Kolam Pendederan; Kolam Pembesaran; Kolam/tempat Pemberokan.
4.   Ciri-ciri induk bibit nila yang unggul adalah sebagai berikut:
a) Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kwalitas yang tinggi.
b) Pertumbuhannya sangat cepat.
c) Sangat responsif terhadap makanan buatan yang diberikan.
d) Resisten terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.
e) Dapat hidup dan tumbuh baik pada lingkungan perairan yang relatif buruk.
f) Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 120-180 gram lebih per ekor dan berumur sekitar 4-5 bulan.
5.  pemeliharaan kolam/tambak antara lain : ekstensif, semi-intensif, dan intensif.
3.2 Saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi saya sebagai penulis, dan juga bagi pembaca. Bisa menambah ilmu pengetahuan dan lebih paham tentang budidaya ikan nila. Bisa memahami lebih detail tentang budidaya ikan nila.






DAFTAR PUSTAKA
Djauhariya, Endjo. 2003. Mengkudu (Morinda citrifolia L) Tanaman Obat Tradisional.Perkembangan Teknologi 15(1): 18-23.
Kordi. 2010. Ikan nila. Jurnal Aquaculture. No. 5. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.
Anonim. 2011. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya : Jakarta.
Tim Karya Tani Mandiri, 2009. Protokol Pemuliaan (Genetic Improvement) Ikan Nila. Pusat Pengembangan Induk Ikan Nila Nasional. BBPBAT Sukabumi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelauta dan Perikanan.
Ratna Ayu Megawati, Muhammad Arief, dan Moch. Amin Alamsjah. 2012. PemberianPakan Dengan Kadar Serat Kasar Yang Berbeda Terhadap Daya Cerna PakanPada Ikan Berlambung Dan Ikan Tidak Berlambung. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No. 2 . Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas AirlanggaKampus C Mulyorejo - Surabaya.


Jumat, 20 Februari 2015

LAPORAN KUNJUNGAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

LAPORAN KUNJUNGAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT



 

















Oleh :
Abdul Robani
12/APY/0666
                            






PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
AKADEMI PERIKANAN YOGYAKARTA
Februari, 2015



KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah berkesempatan dalam memberikan limpahan kesehatan, rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan yang berjudul “Kunjungan Praktikum Pengendalian Hama dan Penyakit” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini disusun dalam hal tugas Mata Kuliah Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Atas tersusunnya makalah ini, penulis ucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Riski Tanjung, S.Pi.
2. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan do’a dan dukungannya`.
3. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya harap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi makalah ini bisa lebih baik lagi. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam dalam hal ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Yogyakarta, 16 Februari 2015
Penulis
Abdul Robani










DAFTAR ISI
I.       PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan
1.3  Manfaat
1.4  Waktu dan Tempat
II.    HASIL KUNJUNGAN
2.1  Lokasi : BBPBAT Sukabumi
2.1.1        Hama
2.1.2        Penyakit
2.1.3        Pengendalian Penyakit
2.2  Lokasi : Dee Jee Fish
2.2.1        Penyakit Parasit
2.2.2        Penyakit Jamur
2.2.3        Penyakit Bakteri
2.2.4        Penyakit Non Infeksi

III. KESIMPULAN










BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan dengan luas wilayah dua pertiga terdiri dari lautan dan sepertiga daratan, memiliki potensi sumberdaya alam hayati cukup besar, seperti sumberdaya hayati perikanan merupakan salah satu modal besar dalam pembangunan nasional. Pembangunan perikanan khususnya budidaya menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hampir seluruh daerah di Indonesia aktif dan giat dalam pembangunan perikanan khususnya budidaya air tawar di BBPBAT Sukabumi dan  Dee Jee Fish. Propinsi jawa barat merupakan salah satu daerah yang cukup produktif dalam budidaya perikanan, karena mobilitas produk perikanan sangat tinggi, baik masuk ataupun keluar dari popinsi jawa barat, sehingga serangan penyakit pada ikan dapat timbul sewaktu-waktu, bersifat eksplosif (meluas), penyebarannya cepat dan seringkali menimbulkan kematian yang cepat pula. Penyakit ikan disebabkan oleh parasit, bakteri, jamur, virus, faktor lingkungan dan nutrisi atau makanan. Salah satu cara pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan identifikasi penyakit penyebab pada ikan.
Identifikasi hama dan penyakit ikan merupakan bagian dari pemeriksan penyakit ikan. Selain identifikasi penyakit masih ada deteksi, diagnosis, serta karakterisasi penyakit ikan. Deteksi penyakit ikan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit ikan, sedangkan diagnosis bertujuan untuk mengetahui penyebab penyakit ikan, lalu identifikasi bertujuan untuk mengetahui jenis dan sifat umum dari miikroorganisme penyebab penyakit ikan, sedangkan karakterisasi ditujukan untuk mengetahu sifat-sifat khusus dari miikrooganisme penyebab penyakit ikan.
Seiring dengan peningkatan peran sektor ini dalam pembangunan nasional, ekses negatif yang ditimbulkannya terhadap lingkungan pun semakin meningkat akibat usaha intensifikasi tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan dan rendahnya efektifitas upaya pencegahan dan pengendalian. Salah satunya berupa serangan hama dan penyakit ikan yang menjadi penyebab utama kegagalan dalam usaha budidaya. Umumnya wabah penyakit yang menyerang ikan dikolam disebabkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola lingkungan kolam. Jarang sekali dijumpai adanya serangan penyakit terhadap ikan yang dipelihara di kolam-kolam yang terawat baik.


1.2  Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar setiap mahasiswa dapat menganalisa penyakit, virus, maupun bakteri yang menyerang ikan di BBPBAT Sukabumi dan Dee jee fish. Dapat menentukan atau mendiagnosa penyakit ikan serta cara yang tepat untuk menanggulangi penyakit tersebut

1.3  Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah mahasiswa bisa melakukan pemeriksaan dan penanggulangan khususnya pada bakteri dan virus yang menyerang suatu usaha budidaya dan dapat menanggulangi masalah parasit tersebut baik dalam skala massal dan dapat terjun langsung di dalam masyarakat.
1.4  Waktu dan Tempat
Adapun waktu pelaksanaan kunjungan praktikum Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan, jurusan Budidaya Perairan, pada hari rabu tanggal 11 Februari  2015 yang bertempat di BBPBAT Sukabumi dan Dee Jee Fish.



















BAB II
HASIL KUNJUNGAN
2.1  Lokasi : BBPBAT Sukabumi
Komoditas yang dibudidayakan di BBPBAT adalah sebagai berikut: Komoditas Budidaya Unggulan Ikan Nila (Oreochromis sp.) Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Ikan Lele (Claris gariepinus) Patin,gurame, Udang Galah dan Ikan Hias.
2.1.1        Hama
Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa,membunuh dan mempengaruhi produktivitas ikan, baik secara langsung maupun secara bertahap. Hama bersifat sebagai organisma yang memangsa (predator), perusak dan kompetitor (penyaing). Sebagai predator (organisme pemangsa), yakni makhluk yang menyerang dan memangsa ikan yang biasanya mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dari ikan itu sendiri. Hama sering menyerang ikan bila masuk dalam lingkungan perairan yang sedang dilakukan pemeliharaan ikan. Masuknya hama dapat bersama saluran pemasukan air maupun sengaja datang melalui pematang untuk memangsa ikan yang ada.
Hama yang menyerang ikan biasanya datang dari luar melalui aliran air, udara atau darat. Hama yang berasal dari dalam biasanya akibat persiapan kolam yang kurang sempurna. Oleh karena itu untuk mencegah hama ini masuk kedalam wadah budidaya dapat dilakukan penyaringan pada saluran pemasukan dan pemagaran pematang. Hama ikan banyak sekali jenisnya antara lain larva serangga, serangga air, ikan carnivora, ular, biawak, buaya , notonecta atau bebeasan, larva cybister atau ucrit, berang-berang atau lisang, larva capung, trisipan. Hama menyerang ikan hanya pada saat ikan masih kecil atau bila populasi ikan terlalu padat. Sedangkan bila ikan mulai gesit gerakannya umumnya hama sulit memangsanya. Hama yang menyerang ikan budidaya biasanya berupa ular, belut, ikan liar pemangsa. Sedangkan hama yang menyerang larva dan benih ikan biasanya notonecta atau bebeasan, larva cybister atau ucrit. Ikan-ikan kecil yang masuk ke dalam wadah juga akan mengganggu. Meskipun bukan hama, tetapi ikan kecil-kecil itu menjadi pesaing bagi ikan dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan hama terhadap ikan :
1. Pengeringan dan pengapuran kolam sebelum digunakan. Dalam pengapuran sebaiknya dosis pemakaiannya diperhatikan atau dipatuhi.
2. Pada pintu pemasukan air dipasang saringan agar hama tidak masuk ke dalam kolam. Saringan air pemasukan ini berguna untuk menghindari masuknya kotoran dan hama ke dalam kolam budidaya.
3. Secara rutin melakukan pembersihan disekitar kolam pemeliharaan agar hama seperti siput atau trisipan tidak dapat berkembangbiak disekitar kolam budidaya
Untuk menghindari adanya hama ikan, dilakukan pemberantasan hama dengan menggunakan bahan kimia. Akan tetapi penggunaan bahan kimia ini harus hati-hati hal ini mengingat pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Bahan kimia sintetis umumnya sulit mengalami penguraian secara alami, sehingga pengaruhnya (daya racunnya) akan lama dan dapat membunuh ikan yang sedang dipelihara. Oleh karena itu sebaiknya menggunakan bahan pemberantas hama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti ekstrak akar tuba, biji teh, daun tembakau dan lain-lain. Bahan ini efektif untuk membunuh hama yang ada dalam kolam dan cepat terurai kembali menjadi netral.
Ada beberapa tindakan penanggulangan serangan hama yang dapat dilakukan, antara lain adalah sebagai berikut :
a. Ular
Ular adalah reptil yang tak berkaki dan bertubuh panjang. Ular memakan mangsanya bulat-bulat; artinya, tanpa dikunyah menjadi keping-keping yang lebih kecil. Gigi di mulut ular tidak memiliki fungsi untuk mengunyah, melainkan sekedar untuk memegang mangsanya agar tidak mudah terlepas. Agar lancar menelan, ular biasanya memilih menelan mangsa dengan kepalanya lebih dahulu. 
Penanggulangan Ular :
1. Ular tidak menyukai tempattempat yang bersih. Karena itu, cara menghindari serangan hama ular adalah dengan mejaga kebersihan lingkungan kolam.
2. Karena ular tidak dapat bersarang di pematang tembok, sebaiknya dibuat pematang dari beton atau tembok untuk menghindari serangannya.
3. Perlu dilakukan pengontrolan pada malam hari. Jika ada ular, bisa langsung dibunuh dengan pemukul atau dijerat dengan tali.
b. Ikan Seribu
Gupi, ikan seribu, ikan cere, atau suwadakar (Poecilia reticulata), adalah salah satu spesies ikan hias air tawar yang paling populer di dunia. Karena mudahnya menyesuaikan diri dan beranak-pinak, di banyak tempat di Indonesia ikan ini telah menjadi ikan liar yang memenuhi parit-parit dan selokan. Dalam perdagangan ikan hias dikenal sebagai guppy atau juga millionfish[1], di berbagai daerah ikan ini juga dikenal dengan aneka nama lokal seperti gepi (Btw.), bungkreung (Sd.), cethul atau cithul (Jw.), klataw (Bjn), dan lain-lain.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan hama ini terhadap ikan :
1. Pengeringan dan pengapuran kolam sebelum digunakan. Dalam pengapuran sebaiknya dosis pemakaiannya diperhatikan atau dipatuhi.
2. Pada pintu pemasukan air dipasang saringan agar hama tidak masuk ke dalam kolam. Saringan air pemasukan ini berguna untuk menghindari masuknya kotoran dan hama ke dalam kolam budidaya.
3. Secara rutin melakukan pembersihan disekitar kolampemeliharaan agar hama seperti siput atau trisipan tidak dapat berkembangbiak disekitar kolam budidaya.
c. Keong Emas
Keong mas pada kolam, rawa, dan lahan yang selalu tergenang termasuk sawah, didaerah tropik dan subtropik dengan temperatur terendah 10˚C (Anonim, 2006). Hewan ini mempunyai insang dan organ yang berfungsi sebagai paru-paru yang digunakan untuk adaptasi di dalam air maupun di darat. Paru-paru merupakan organ tubuh yang penting untuk hidup pada kondisi yang berat. Gabungan antara operculum dengan paru-paru merupakan daya adaptasi untuk menghadapi kekeringan. Jika air berkurang dan tanah atau lumpur menjadi kering, keong mas membenamkan diri ke dalam tanah, sehingga metabolisme berkurang dan memasuki masa diapause. Fungsi paru-paru bukan hanya untuk bernafas tetapi juga untuk mengatur pengapungan. Keong mas dapat hidup pada lingkungan yang berat, seperti air yang terpolusi atau kurang kandungan oksigen.
2.1.2        Penyakit
Pada kebiasaannya, penyakit-penyakit ikan adalah disebabkan oleh patogen
(agen-agen yang menyebabkan penyakit) seperti berikut :
a) Parasit (Endoparasit/Ektoparasit)
b) Kulat
c) Bakteria
d) Virus
e) Punca-punca lain seperti faktor genetik dan persekitaran
Ciri-ciri ikan berpenyakit :
a. Ciri ikan yang terdeteksi terkena penyakit dilihat dari tingkah laku
·         Ikan cenderung naik kepermukaan
·         Berenang lamban
·         Cenderung memisahkan diri
·          Nafsu makan berkurang
·          Menggosok-gosokan tubuh kedinding kolam
b. Gejala klinis
·         Warna tubuh abnormal
·         Sisik terkuak
·         Mata menonjol
·         Tubuh kasap
·         Borok dipermukaan tubuh
·         Insang rusak
·         Sirip teriritasi
·         Hati abnormal
2.1.3        Pengendalian Penyakit
Pada prinsipnya pencegahan akan lebih baik dan efektif daripada mengobati. Dibawah ini ada hal yang harus diperhatikan dalam pengendalian penyakit
·         Inang
·         Lingkungan
·         Pathogen
Ketiga faktor diatas sangat berkaitan satu sama lain, dengan contoh bila kolam atau media ikan tidak sesuai standar persiapan kolam(lingkungan) maka akan memudahkan penyakit menempel pada inang begitupun sebaliknya inang tidak akan terhinggap penyakit bila lingkungan sudah dipersiapkan sesuai standar dengan contoh adanya pengapuran dan pemupukan begitupun kondisi suhu air yang ideal.
Penyakit pada ikan terbagi kedalam
·         Parasit
·         Jamur
·         Bakteri
·         virus
a. Parasit Trichodina sp
Tanda penyakit : Kulit teriritasi, kumis kriting pada lele
Pengendalian : Methylene blue+Nacl, garam 500-1000 ppm
Epistilis sp
Pada ikan hias terlihat benjolan putih pada permukaan kulit, tampilan pucat
Pengendalian : Formalin 25 ppm, garam 500-1000 ppm
Chillodonella sp
Tanda penyakit: Gerakan lamban, warna tubuh pucat, kulit teriritasi
Pengendalian : Formalin 25 ppm, garam 500-1000 ppm
Myxosporea
Tanda penyakit: Insang putih
Pengendalian : Dengan pengapuran.
Lernaea sp
Tanda penyakit: Pendarahan poda lokasi infeksi, kurang nafsu makan
Pengendalian : Dengan pengapuran
b. Jamur
Achlya sp dan Saprolegina sp
Tanda penyakit adanya hypa (seperti kapas)
Pengendalian : Methylene blue
c. Bakteri Aeromonas hydrophila
Tanda penyakit : Borok, dropsy, iritasi sirip, sisik menguak.
Pengendalian : Antibiotic yang diijinkan
d. Virus Koi Herpes Virus ( KHV )
Tanda penyakit: Kematian masal, kerusakan insang
Pengendalian : Dengan caya meningkatkan daya tubuh ikan dengan pemberian vitamin C untuk ikan yang belum terserang.
     Menurut Joko Purwanto, dalam melakukan penelitian KHV di BBPBAT Sukabumi ini, pihaknya juga bekerjasama dengan beberapa peneliti dari univesitas ternama di Indonesia seperti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan beberapa perguruan tinggi yang fokus dalam dunia perikanan.
Saat ini, vaksin tersebut sudah mulai digunakan tetapi belum bisa disebar luaskan kepada umum karena masih perlu beberapa kali penelitian lagi.
Untuk mengetahui sejauh mana vaksin ini berfungsi pihaknya sudah beberapa kali melakukan uji coba terhadap ikan koi dan mas dengan cara “menyuntikan” KHV ke tubuh ikan yang sudah diberikan vaksin.
Selain itu, juga melakukan rekayasa alam seperti menurunkan suhu lingkungan di mana ikan tersebut ditebar, karena KHV akan cepat menyerang ikan pada suhu di bawah 27 derajat celcius.
“Kami akui vaksin tersebut masih perlu perbaikan kualitasnya, karena seperti diketahui virus tidak bisa diobati karena virus berkembang di benda hidup atau bernyawa dan tidak bisa hidup di benda mati. Maka dari itu vaksin ini fungsinya untuk imunisasi atau kekebalan daya tahan tubuh ikan terhadap serangan penyakit yang disebabkan virus,” tambahnya.
Sejak beberapa belas tahun lalu, KHV merupakan penyakit ikan yang paling ditakuti oleh petani atau pembudidaya ikan, karena serangannya cukup mematikan bahkan akibat penyakit ini sering terjadi kematian massal tehadap ikan yang hanya dalam waktu singkat saja. Diharapkan dengan adanya vaksin ini, ke depannya daya tahan tubuh ikan, khususnya koi dan mas, bisa lebih tahan terhadap serangan KHV.

2.2 Lokasi : Dee Jee Fish
Komuditas yang dibudidayakan di Dee Jee Fish adalah sebagai berikut : Ikan Patin, Ikan Baung, dan Ikan Hias.
Penyakit akibat infeksi Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.
2.2.1 Penyakit parasit
Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian: menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang selama tiga kali dengan selang waktu sehari.
2.2.2 Penyakit jamur
Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30 menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang sampai tiga hari berturut- turut.


2.2.3 Penyakit bakteri
Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain: Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 30–60 menit, Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 12–24 jam, atau merendam ikan dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.
2.2.4 Penyakit non-infeksi
Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi.Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan. Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan. – Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi, ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.
Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan.
Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat. Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih. Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak selaput lendir tersebut.






BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan


Adapun kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut :
1.      Hama ikan adalah organisme hewan yang secara langsung maupun tidak langsung membunuh atau memakan ikan yang dipelihara dikolam.
2.      Tidak semua ikan memiliki parasit. Hanya ikan dalam kondisi tertentu saja yang di tubuhnya terdapat parasit.
3.      Gejala yang ditemukan terhadap masing-masing parasit dan jamur dapat diketahui dari morfologi dan tingkah lakunya ikan yang diserang.

4.     
Semua jenis penyakit seperti parasit, jamur, bakteri, dan virus yang terdapat pada ikan dapat disembuhkan dan ditanggulangi sebelum ikan tersebut mati.